Powered By Blogger

Sabtu, 06 Juni 2009

TASAWUF DI INDONESIA

A. PENGERTIAN TASAWUF
Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam.
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" ("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa" ("Orang orang beranda"), yang mana dalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa.
KAUM Sufi atau biasa disebut sufistik adalah mereka yang menganut dan mengamalkan faham “tasawuf.” Para sufistik juga sering dinamakan dengan kaum suci yang sedang menggapai cahaya Allah. Istilah “tasawuf”(sufism) sendiri telah sangat populer digunakan selama berabad-abad. Secara umum istilah tasawuf berarti orang-orang yang tertarik kepada pengetahuan batin, orang-orang yang tertarik untuk menemukan suatu jalan atau praktik ke arah kesadaran dan pencerahan batin. Istilah ini hampir tak pernah digunakan pada dua abad pertama Hijriah, bahkan di masa hidup Nabi Muhammad saw, atau orang sesudah beliau, atau yang hidup setelah mereka.
Sejarah kelahirannya bermula di abad kedua dan ketiga setelah kedatangan Islam (622), terdapat sebagian orang yang mulai menyebut dirinya sufi yang berarti mereka mengikuti jalan penyucian diri, penyucian “hati”, dan pembenahan kualitas watak dan perilaku mereka untuk mencapai maqam (kedudukan) orang-orang yang menyembah Allah seakan-akan mereka melihat Dia. Bermacam-macam definisi tasawuf digunakan para syeikh besar sufi, diantaranya sebagai berikut:
Imam Junaid dari Baghdad mendefinisikan tasawuf sebagai “mengambil setiap sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat rendah”.
Syekh Abul Hasan asy-Syadzili, syekh sufi besar dari Afrika Utara, mendefinisikan tasawuf sebagai “praktik dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri kepada jalan Tuhan”.
Syekh Ahmad Zorruq dari Maroko mendefinisikan tasawuf sebagai berikut: Ilmu yang dengannya Anda dapat memperbaiki hati dan menjadikannya semata-mata bagi Allah, dengan menggunakan pengetahuan Anda tentang jalan Islam,khususnya fiqih dan pengetahuan yang berkaitan, untuk memperbaiki amal Anda dan menjaganya dalam batas-batas syariat Islam agar kebijaksanaan menjadi nyata.
Syekh Ibn Ajiba: Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya Anda belajar bagaimana berperilaku supaya berada dalam kehadiran Tuhan yang Maha ada melalui penyucian batin dan mempermanisnya dengan amal baik. Jalan tasawuf dimulai sebagai suatu ilmu, tengahnva adalah amal. dan akhirnva adalah karunia Ilahi.
Syekh as-Suyuthi berkata, “Sufi adalah orang yang bersiteguh dalam kesucian kepada Allah, dan berakhlak baik kepada makhluk”.
Sementara dalam konteks Islam tradisional tasawuf berdasarkan pada kebaikan budi (adab) yang akhirnya mengantarkan kepada kebaikan dan kesadaran universal. Ke baikan dimulai dari adab lahiriah, dan kaum sufi yang benar akan mempraktikkan pembersihan lahiriah serta tetap berada dalam batas-batas yang diizinkan Allah, la mulai dengan mengikuti hukum Islam, yakni dengan menegakkan hukum dan ketentuan-ketentuan Islam yang tepat, yang merupakan jalan ketaatan kepada Allah. Jadi, tasawuf dimulai dengan mendapatkan pengetahuan tentang amal-amal lahiriah untuk membangun, mengembangkan, dan menghidupkan keadaan batin yang sudah sadar.
B. SEJARAH PERKEMBANGANNYA
Diskusi tentang keberadaan tasawuf di Nusantara, tidak bias lepas dari pengkajian proses Islamisasi di kawasan ini. Sebab,tidaklah berlebihan kalau dikatakan, bahwa tersebar luasnya Islam di Indonesia sebagian besar adalah karena jasa para sufi .
Dari sekian banyak naskah-naskah lama yang berasal dari sumatera, baik yang ditulis dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu, adalah berorientasi sufisme. Hal ini menunjukkan bahwa pengikut tasawuf menjadi unsure yang cukup dominant dalam masyarakat pada masa itu. Di kawasan Sumatera bagian utara saja setidaknya ada empat sufi terkemuka, salah satu diantaranya yaitu Hamzah Fanzuri (± abad 17 M) di Barus, kota kecil di pantai barat Sumatra, di utara Sibolga. Dia adalah sufi terkenal melalui karya tulisnya “Asrar al- ‘Arifin” dan “Syarab al-“Asyikin” serta beberapa kumpulan syair (puisi) sufistiknya. Dari keseluruhan karya tulisnya inilah diketahui bahwa ia adalah penganut dan pengembang doktrin wahdat al-wujud karya esoteris Ibn Arabi.
Sejak berdirinya kerajaan Islam Pasai, kawasan itu menjadi titik sentral penyiaran agama Islam ke berbagai daerah di Sumatra dan pesisir utara pulau Jawa. Karya-karya sastra Jawa yang kemudian lebih dikenal dengan Kepustakaan
Islam-Kejawen ini pada gilirannya memiliki peranannya yang tidak kecil
bagi perkembangan ajaran-ajaran sufisme (tasawuf)-Jawa. Ajaran
"Manunggaling Kawula-Gusti" meniscayakan penggambaran Tuhan secara
antropomorphis, di mana Tuhan digambarkan memiliki sifat-sifat
sebagai manusia, dan sebaliknya, manusia dilukiskan memiliki
sifat-sifat sebagai Tuhan.
Uraian tentang Tuhan menjadi overlaping,
sehingga pengertian Tuhan menjadi berbaur dengan pengertian tentang
manusia. Tuhan digambarkan berada dalam diri manusia. Menurut Dr.
Simuh, ini berbeda dengan ajaran Alquran yang secara tegas mengajarkan
bahwa Tuhan merupakan dzat yang transenden (berada di luar dan
mengatasi alam.
Pada akhirnya, ajaran tasawuf yang berkembang di Jawa dan sangat
mewarnai kepustakaan Islam-Kejawen adalah apa yang disebut sebagai
tasawuf-murni atau tasawuf-mistik, bukan tasawuf-Islam. Jika
tasawuf-Islam lebih menekankan pada kehidupan manusia yang zuhud dan
beribadah seperti yang dikembangkan oleh Sufyan As-Sauri dan Hasan
Basri, maka tasawuf-mistik lebih terkonsentrasi pada kepercayaan bahwa
pengetahuan tentang Tuhan dapat dicapai dengan meditasi yang bebas
dari campur tangan akal dan panca indera.

C. PERANAN KAUM SUFI DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA
Pada intinya adanya empat cara islamisasi di Indonesia yakni: Lewat jalan perdagangan, lewat perkawinan, kesenian, lewat kaum tasawuf. Kita akan menjelaskan cara yang di lakukan kaum tasawuf dan terlebih dahulu kita harus tahu dulu apa itu tasawuf tersebut. Tasawuf adalah ajaran-ajaran yang langsung mencari Allah SWT terdorong oleh cinta dan rindunya kepada Rabb-NYA, mereka meninggalkan segala hal yang berhubungan dengan keduniawian (DR. Sukmono) menghadapkan jiwa dan raga semata mata hanya untuk mendapatkan hal yang selama ini tidak dia dapatkan di tempat lain. Juga mereka sering sekali berpindah pindah mencari tempat yang di anggap akan membuatnya khusuk dan membuatnya dekat dengan Allah SWT, orang ini di namakan orang sufi, asal nama kata ini dari penamaan orang terhadap pakaian yang biasa di pakai oleh para sufi ini yaitu pakaian yang dari bulu(suf), mereka biasa hidup tidak berkecukupan dan juga tak jarang meminta- minta, itulah orang yang telah mengedepankan hal akhirat dan umumnya tasawuf identik dengan ajaran yang identik dengan mistis.
Tasawuf sebenarnya tidak ada dalam ajaran agama islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan pada zaman Khulafaur Rasyidin, karena itulah pada muncul tasawuf di Indonesia tasawuf mengalami pertentangan dan sangat membutuhkan perjuangan untuk mengembangkan ajaran ini. Apalagi ajaran ini bertentangan dengan ajaran yang sangat mutlak seperti ajaran tasawuf yang menjelaskan bahwa, dia adalah tuhan dan tuhan adalah dia dan sholat lima waktu tidak di pentingkan (bagi yang dianggap sesat). Kondisi masyarakat nusantara menjelang awal kedatangan islam adalah sangat di pengaruhi dengan kepercayaan banyak roh halus, sehingga tasawuf yang juga identik dengan mistis, ilmu tasawuf juga berkembang karena ilmu ini sangat menarik para kaum muda sebab tasawuf juga mempelajari ilmu ilmu kebal, ilmu bela diri dan bisa untuk sholat di air dengan daun pisang.
Dari pada itu banyak para anak muda yang tertarik dengan ajaran ini tetapi untuk mempelajari ini syarat mutlak yaitu harus masuk agama mereka yaitu islam sehingga orang berbodong- bondong masuk islam, letak keunikan dari aliran ini adalah membaurkan atau mengakulturasikan budaya local dengan pengajaran tersebut. Dengan demikian peran dari kaum sufi tidak kalah penting bagi pengebaran agama islam di Indonesia, tetapi ajaran ini tidak saja di sukai oleh para kaum muda saja para Raja juga belajar tasawuf yang bertujuan untuk melegitimasikan kedudukannya hal hasil secara tidak langsung rakyat dari raja tersebut akan masuk sendirinya ke dalam Islam. Sumbangan kaum sufi ini dalam perkembangan islam di Indonesia sangat besar dan cara pegebaranya sangat berbeda dari yang lainnya dan para sufi memadukan unsur kepercayaan masyarakat dengan ajaran islam seperti apabila takut dengan pohon besar maka bayalah sesajen, apabila takut kelaut pecahkan kendi, dan sumbangan terakir adalah yang di tinggalkan adalah naskah kuno yang ada di minangkabau bernama”tusfah”suatu kitab yang berisi wejangan yang di baca untuk meng-ESA-kan Tuhan.
D. TOKOH-TOKOH YANG MENDUKUNG TASAWUF DI INDONESIA
1) BUYA HAMKA
Dalam lintasan sejarah pemikiran Islam di Indonesia, Buya Hamka tercatat sebagai salah seorang pemikir Islam modern yang sangat produktif. Ini ditunjukkan dengan begitu banyak karyanya dalam bidang keislaman.
Yang paling fenomenal dari sejumlah karyanya itu adalah Tafsir Al-Azhar. Kemampuan Hamka sungguh mengagumkan mengingat beliau bukanlah seorang sarjana dengan pendidikan formal yang tinggi. Hamka hanya otodidak.
Beliau merepresentasikan peralihan transmisi (pewarisan ilmu-ilmu keislaman) dari corak tradisional atau meminjam istilah Azyumardi Azra dari isnad dan silsilah (mata rantai pewarisan) tradisional menjadi isnad dan silsilah modern (Azra, 2005). Corak tradisional menunjukkan adanya transmisi melalui pertemuan langsung antara murid dan guru.
Banyaknya kutipan dari pemikiran Imam Al Ghazali dalam "Tasawuf Modern" juga mengindikasikan bahwa tasawuf Buya Hamka mengacu kepada Tasawuf Sunni."Tasawufnya Buya Hamka adalah Tasawuf Sunni, bukan Tasawuf Falsafi apalagi Tasawuf Kejawen," kata Said.
Tasawuf atau sufisme itu sejauh ini masih menjadi sesuatu hal yang kontroversial bagi sejumlah umat Islam. Para sufi banyak yang kerap dianggap menyimpang antara lain Ibnu Arabi yang memformulasikan konsep ala pantheisme bernama "Wihdatul Wujud" atau kesatuan wujud yang berisi keyakinan bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhannya.
Buya Hamka adalah salah satu intelektual Islam yang merepresentasikan pola transmisi modern. Dalam pandangan Nurcolish Madjid, kelebihan lainnya adalah kesanggupan Buya menyatakan pikiran dalam ungkapan-ungkapan modern dan kontemporer.

Karena itu, Buya berhasil menjalin komunikasi intelektual dengan kalangan terpelajar tanpa canggung dan hambatan. Pikiran-pikirannya diterima di kalangan luas, khususnya umat Islam Indonesia yang sering diidentifikasi sebagai modernis atau pembaharu (1997: 123-124). Upaya memperingati kelahiran Buya Hamka yang lahir 17 Februari 1908 bukanlah suatu pengkultusan terhadapnya, melainkan upaya untuk melihat dan mengkaji kembali kontribusi dan relevansi pemikirannya dalam kehidupan masyarakat modern.

2) HAMZAH AL-FANSURI
 Riwayat Hidup Hamzah Al-Fansuri
Nama Hamzah Al-Fansuri tidak asing lagi di kalangan ulama dan sarjana penyelidik keislaman di Indonesia. Hampir semua penulis sejarah islam mencatat bahwa Syeikh Hamzah Al-Fansuri termasuk tokoh yang sepaham dengan Al-Hallaj. Syeikh Hamzah Al-Fansuri diakui sebagai seorang pujangga islam yang sangat popular, namanya tercatat sebagai seorang caliber besar dalam perkembangan islam di nusantara dari abadnya hingga abad kini.
Dalam buku-buku sejarah mengenai Aceh, namanya selalu diuraikan dengan panjang. Dada Meurexa pernah mengatakan dalam “Seminar Masuknya Islam ke Indonesia” sebagai berikut:
“Banyak ulama Islam bermunculan dizaman dahulu berasal dari fansuri juga, misalnya Syeikh Hamzah Fansuri, Syeikh Abdul Murad, Syeikh Burhanuddin(murid Syeikh Abdur Rauf Al-Fansuri), semuanya berasal dari Barus. Syamsyudin Pasai adalah murid dari saja Hamzah Fansuri. Ini membuktikan bahwa dalam abad ke-16 saja telah tergambar dengan jelas sumber-sumber ulama-ulama besar itu berada yang masih masyhur sampai sekarang” .
Meskipun keberadaan Al-Fansuri diyakini para ahli,tahun dan tempat kelahirannya hingga sekarang masih belum jelas diketahui. Ketidakjelasan riwayat Al-Fansuri dalam dua sumber penting sejarah Aceh, yakni Hikayat Aceh dan Bustanus Salatin yang ditulis atas perintah Sultan .
Syair-syair Syeikh Hamzah Fansuri terkumpul dalam buku-buku yang terkenal. Dalam kesusastraan Melayu/Indonesia tercatat buku-buku syairnya antara lain ialah:Syair Burung Pinga,Syair Dagang,Syair Ikan Tongkol,dan Syair Perahu. Karangan-karangan Syeikh Hamzah Fansuri yang berbentuk kitab ilmiah antara lain:Asraru Arifin fi Bayaani ‘Ilmis Suluuki wat Syarbul ‘Asyiqiin,Al-Muhtadi,Ruba’I Hamzah Al-Fansuri .Hamzah Fansuri sangat giat mengajarkan ilmu tasawuf menurut keyakinannya. Ada riwayat mengatakan bahwa ia pernah sampai ke seluruh semenanjung dan mengembangkan tasawuf di negeri Perak,Perlis,Kelantan,Terengganu,dan lain-lain.
 Ajaran Tasawuf Hamzah Al-Fansuri
Pemikiran-pemikiran Al-Fansuri tentang tasawuf banyak dipengaruhi Ibn ‘Arabi dalam paham wahdat wujudnya . Sebagai seorang sufi, ia mengajarkan bahwa Tuhan lebih dekat dari pada leher manusia sendiri, dan bahwa Tuhan tidak bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa Ia akan dimana-mana. Ketika menjelaskan ayat “fainama tawallu fa tsamma wajhu’llah ia katakana bahwa kemungkinan untuk memandang wajah Allah dimana-mana merupakan unio~mistica. Para sufi menafsirkan “wajah Allah” sebagai sifat-sifat Tuhan seperti Pengasih,Penyayang,Jalal,dan Jamal. Dalam salah satu sya’irnya,Al Fansur berkata:
Mahbubmu itu tiada berha’il,
Pada ayna ma tawallu jangan kau ghafil,
Fa tsamma wajhullah sempurna wasil.
Inilah jalan orang yang kamil .
Hamzah Al-Fansuri menolak ajaran pranayama dalam agama Hindu yang membayangkan Tuhan berada dibagian tertentu dari tubuh, seperti ubun-ubun yang dipandang sebagai jiwa dan dijadikan titik konsentrasi dalam usaha mencapai persatuan.
Pengembaraan yang pernah dilakukan Al-Fansuri berupa jasad dan rohani diungkapkannya dengan syair:
Hamzah Fansur di dalam Mekkah
Mencari Tuhan di Baitul Kaabah
Di Barus ke Kudus terlalu payah
Akhirnya dapat didalam rumah
Syair Al-Fansuri yang lain berbunyi:
“Hamzah Gharib,
Akan rumahnya Baitul Ma’muri,
Kursinya sekalian kafuri,
Di negeri fansur minal ‘asyjari
Kata-kata Al-Fansuri diatas merupakan sindiran terhadap ucapan Abu Yazid Al-Busthami yang mengatakan bahwa Tuhan berada di dalam jubahnya. Di dalam Al-Qur’an sendiri terdapat ayat-ayat mutasyabihat, misalnya pada ayat yang berbunyi: “Kami lebih dekat daripada urat leher.”



DAFTAR PUSTAKA

Simuh. (1995). Melacak Asal-Usul Sufisme Jawa :
Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa, cetakan pertama, Yayasan Bentang Budaya:Yogyakarta
Rivay,H.A. (2000). Tasawuf : Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, Cetakan Kedua, PT.Raja Grafindo Persada: Jakarta
Anwar, Rusihan. (2004). Ilmu Tasawuf. Pustaka Setia: Bandung.
www.Google.com